Rabu, 31 Desember 2008

Alasan Muhdi PR dibebaskan

Berita Kompas tanggal 31 Desember 2008 menjadi pelajaran bagi semua crime justice system, sengaja saya kutip tanpa edit agar semua yang melihat blog saya dapat berbagi pengetahuan, terima kasih Kompas

Hakim menyatakan bahwa seluruh dakwaan jaksa tidak terbukti. Apa saja fakta persidangan versi hakim yang tak cukup kuat untuk menjerat mantan Danjen Kopassus itu?

Motif dendam dan sakit hati tak terbukti

Salah satu materi dakwaan jaksa berbunyi: Muchdi merencanakan pembunuhan terhadap Munir karena dilatarbelakangi oleh rasa dendam dan sakit hatinya terhadap Munir. Dalam berkas dakwaan disebutkan bahwa Muchdi sakit hati karena ia dicopot dari jabatan Danjen Kopassus yang baru dijabatnya selama 52 hari. Pencopotan Muchdi disinyalir karena dugaan keterlibatannya dalam penculikan sejumlah aktivis pada tahun 1997-1998. Sementara itu, Munir adalah orang yang paling vokal menyerukan penuntasan kasus tersebut.

Menurut hakim, dari fakta-fakta persidangan, baik keterangan, maupun alat bukti, tidak ada yang menguatkan dakwaan tersebut. Keterangan Suciwati bahwa Munir pernah mengutarakan Muchdi pasti sakit hati dengan pencopotan tersebut dinilai tidak mengindikasikan ada hubungan antara terdakwa dan korban (Munir). "Tidak ada bukti yang mengungkapkan adanya perbuatan dari terdakwa kepada korban," demikian petikan hakim saat membacakan pertimbangan hukumnya.

Pernyataan Munir yang mengingatkan Suciwati untuk bersiap-siap menghadapi teror yang mungkin didapatkan juga dinilai tidak mengarah pada perbuatan yang dilakukan Muchdi. Berbagai teror yang diterima Munir, Suciwati, dan keluarganya juga tidak pernah diketahui siapa yang melakukannya sehingga hal tersebut tidak bisa serta merta diarahkan kepada Muchdi.

Demikian pula keterangan saksi lainnya, R Muhammad Padma Anwar yang merupakan anggota jejaring BIN. Meskipun Padma mengatakan bahwa ia pernah mendapatkan perintah untuk membunuh Munir, itu tak cukup untuk menjerat Muchdi. Pasalnya, perintah membunuh Munir itu bukan berasal dari Muchdi.

Pembuatan surat rekomendasi BIN yang ditujukan kepada Dirut Garuda (2004) Indra Setiawan, dinilai jaksa menjadi awal yang membuka jalan bagi mantan pilot Garuda Pollycarpus Budihari Priyanto untuk menjalankan rencana pembunuhan terhadap Munir.

Surat rekomendasi tak bertanggal tersebut dikeluarkan pada bulan Juli 2004 dan ditandatangani oleh Waka BIN saat itu, M. As'ad. Dalam surat berkop Badan Intelijen Negara itu, diutarakan permintaan untuk menempatkan Polly pada bagian corporate secretary atau bagian pengamanan internal.

Pada dakwaannya jaksa menduga ada penyalahgunaan kekuasaan dengan dibuatnya surat rekomendasi tersebut. Ditempatkannya Polly pada bagian corporate secretary memberikan ruang yang lebih luas baginya untuk ikut segala penerbangan yang mungkin digunakan Munir.

Permintaan tersebut dikabulkan dan ditindaklanjuti dengan surat tertanggal 11 Agustus 2004 yang ditandatangani Dirut Garuda Indra Setiawan. Namun, surat rekomendasi BIN tersebut raib. Berdasarkan keterangan Indra, surat itu hilang saat mobilnya dibobol di suatu tempat.

Hal itu mengakibatkan lemahnya bukti yang diajukan jaksa. Meskipun, bukti surat yang dikloning dari komputer deputi V dipandang hakim bisa dijadikan sebagai alat bukti. Bukti surat kloningan itu, dibantah Muchdi dengan menyatakan bahwa formatnya tak seperti lazimnya surat BIN. Biasanya tandatangan berada disebelah kanan, tapi pada surat kloningan itu tandatangan berada di sebelah kiri.

Surat rekomendasi tak ada kaitannya dengan peran Muchdi

Surat rekomendasi yang dijadikan alat bukti oleh jaksa, dinilai hakim belum dapat membuktikan adanya peranan Muchdi yang menjadi terdakwa dalam kasus ini. Unsur penyalahgunaan wewenang yang dituduhkan jaksa pun dinilai tak bisa dibuktikan.

"Surat kloning tidak menunjukkan dan mengarahkan pada peranan terdakwa dan hal itu (surat rekomendasi) bukan tindak pidana yang dilarang oleh UU. JPU seharusnya mengarahkan pembuktian pada peranan terdakwa dalam pembuatan surat tersebut, sehingga belum terbukti terdakwa adalah penganjur Polly untuk membunuh Munir," ujar hakim.

Hal ini didasarkan pada keterangan saksi M. As'ad dan Budi Santoso (Direktur V.1 BIN). Akan tetapi, menurut hakim seharusnya keterangan tersebut didukung dengan alat bukti materiil.

Motif dendam dan sakit hati Muchdi terhadap Munir dinyatakan tidak terbukti. Demikian pula dakwaan penyalahgunaan kekuasaan dalam pembuatan surat rekomendasi BIN kepada Garuda Indonesia. Selain kedua hal itu, masih ada dua materi lain yang dipandang hakim seharusnya dapat dibuktikan jaksa untuk menjerat Muchdi.

Call Data Record Tak Bisa Buktikan Hubungan Muchdi-Polly

Hubungan antara mantan Deputi V BIN Muchdi Pr dengan mantan pilot Garuda yang diduga agen non jejaring BIN, Pollycarpus Budihari Priyanto, coba dibuktikan jaksa dengan menyertakan catatan hubungan telepon (call data record) antara nomor yang diduga sebagai nomor ponsel Polly dan Muchdi. Namun, menurut hakim, bukti CDR ini tak bisa serta merta menjadi bukti bahwa telah terjadi percakapan antara keduanya.

Keterangan sejumlah saksi juga melemahkan bukti tersebut. Sebab, tak ada satu orang saksipun yang menyatakan dengan pasti mengetahui adanya percakapan antar kedua orang itu. "Call data record antara nomor yang diduga punya Polly dan terdakwa (Muchdi) tidak disertai dengan data apakah benar perbincangan itu antara Polly dan terdakwa. Juga tidak ada bukti, apa isi perbincangannya," demikian pertimbangan hakim saat membacakan putusan di PN Jakarta Selatan, Rabu (31/12).

Keraguan hakim diperkuat dengan keterangan saksi yang menyatakan bahwa ponsel Muchdi kerap digunakan oleh orang lain. Keterangan saksi ahli juga mengungkapkan, hubungan antar ponsel memang bisa dibuktikan. Namun, hubungan percakapan antar orang tidak bisa dibuktikan.

Semula, jaksa dalam dakwaannya menduga ada hubungan antara Polly dan Muchdi. Polly, disinyalir agen non jejaring BIN dengan agen handler-nya Muchdi. Namun, saat bersaksi di persidangan Polly membantah bahwa ia mengenal Muchdi.

Muchdi Tak Terbukti Memerintahkan Beri Uang ke Polly

Dakwaan jaksa bahwa Muchdi menyalahgunakan kewenangannya dengan memberikan sarana uang kepada Polly juga dimentahkan hakim. Menurut hakim, bukti buku kwarto yang mencatat pengeluaran uang sebesar Rp2 juta, Rp3 juta dan Rp10 juta tidak bisa menguatkan dakwaan jaksa. Buku kwarto tersebut dinilai hanya merupakan sebuah catatan yang diragukan kebenarannya.

Untuk menguatkan bukti tersebut, hakim memerlukan bukti lain yang menguatkan dugaan itu. Selain itu, tak terdapat paraf terdakwa sebagai bukti bahwa pengeluaran uang tersebut atas sepengetahuannya. Sebab, Polly sendiri membantah menerima uang dari Muchdi.

Putusan hakim, membuahkan kekcewaan bagi istri almarhum Munir, kolega dan keluarga besarnya. Kekecewaan itu diungkapkannya usai persidangan di PN Jakarta Selatan. Putusan di penghujung tahun ini, bisa jadi kado manis buat Muchdi, tapi menjadi pil pahit yang harus ditelan Suciwati.

Tidak ada komentar:

KlikSaya